Pages

Senin, 02 April 2012

Pola Perilaku Produsen

Seorang produsen atau pengusaha dalam melakukan proses produksi untuk mencapai tujuannya harus menentukan dua macam keputusan:
1) berapa output yang harus diproduksikan, dan
2) berapa dan dalam kombinasi bagaimana faktor-faktor produksi (input) dipergunakan.

Untuk menyederhanakan pembahasan secara teoritis, dalam menentukan keputusan tersebut digunakan dua asumsi dasar:
1) bahwa produsen atau pengusaha selalu berusaha mencapai keuntungan yang maksimum,
    dan
2) bahwa produsen atau pengusaha beroperasi dalam pasar persaingan sempurna.

Dalam teori ekonomi, setiap proses produksi mempunyai landasan teknis yang disebut fungsi produksi. Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan fisik atau teknis antara jumlah faktor-faktor produksi yang dipergunakan dengan jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu, tanpa memperhatikan harga-harga, baik harga faktor-faktor produksi maupun harga produk. Secara matematis fungsi produksi tersebut dapat dinyatakan:
Y = f (X1, X2, X3, ……….., Xn) ; dimana Y = tingkat produksi (output) yang dihasilkan dan X1, X2, X3, ……, Xn adalah berbagai faktor produksi (input) yang digunakan. Fungsi ini masih bersifat umum, hanya bisa menjelaskan bahwa produk yang dihasilkan tergantung dari faktor-faktor produksi yang dipergunakan, tetapi belum bisa memberikan penjelasan kuantitatif mengenai hubungan antara produk dan faktor-faktor produksi tersebut. Untuk dapat memberikan penjelasan kuantitatif, fungsi produksi tersebut harus dinyatakan dalam bentuknya yang spesifik, seperti misalnya:
a) Y = a + bX ( fungsi linier)
b) Y = a + bX – cX2 ( fungsi kuadratis)
c) Y = aX1
bX2
cX3
d ( fungsi Cobb-Douglas), dan lain-lain.

Dalam teori ekonomi, sifat fungsi produksi diasumsikan tunduk pada suatu hokum yang disebut : The Law of Diminishing Returns (Hukum Kenaikan Hasil Berkurang). Hukum ini menyatakan bahwa apabila penggunaan satu macam input ditambah sedang input-input yang lain tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula naik, tetapi kemudian seterusnya menurun jika input tersebut terus ditambahkan.

Elastisitas Produksi dan Daerah-Daerah produksi
Elastisitas produksi adalah rasio perubahan relatif jumlah output yang dihasilkan dengan perubahan relatif jumlah input yang dipergunakan. Atau dapat ditulis :
Persentase perubahan output
EP = --------------------------------------
Persentase perubahan input
Misalnya, perubahan output yang dihasilkan akibat perubahan jumlah input sebesar 10% adalah 20%, maka elastisitas produksinya adalah 2 (dua).
Elastisitas produksi juga dapat ditulis secara matematis sebagai berikut:
dY/Y dY X PM (Produk Marginal)
EP = ---------- ( definisi) ; ----- . ---- = -----------------------------
dX/X dX Y PR (Produk rata-Rata)
Dari persamaan matematis tersebut, nampak adanya hubungan antara elastisitas produksi
dengan produk marginal dan produk rata-rata,sebagai berikut:
1) Jika tingkat produksi di mana PM > PR maka EP > 1
2) Jika tingkat produksi di mana PM = PR maka EP = 1
3) Jika tingkat produksi di mana PM = 0 maka EP = 0
4) Jika tingkat produksi di mana PM negatif maka EP juga negatif.
Berdasarkan nilai elastisitas produksi ini, proses produksi dapat dibagi ke dalam tiga
daerah produksi, yaitu :
(a) Daerah dengan EP > 1 sampai EP = 1. Daerah ini dinamakan daerah tidak rasional (irrational stage of production) dan ditandai sebagai Daerah I dari produksi. Pada daerah ini belum akan tercapai keuntungan maksimum, sehingga keuntungan masih dapat diperbesar dengan penambahan input.
(b) Daerah dengan EP = 1 sampai EP = 0. Daerah ini dinamakan daerah rasional (rational stage of production) dan ditandai sebagai Daerah II dari produksi. Pada daerah ini akan dicapai keuntungan maksimum.
(c) Daerah dengan EP = 0 sampai EP < 0. Daerah ini juga dinamakan daerah tidak rasional dan ditandai sebagai Daerah III . Pada daerah ini penambahan input justru akan mengurangi keuntungan.

sumber : nuhfil.lecture.ub.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar