Pages

Rabu, 26 Maret 2014

Softskill : Etika dan Professionalisme Dalam Bidang Teknologi Informasi

ETIKA PROFESI

A.      Pengertian Profesi
       Belum ada kata sepakat mengenai pengertian profesi karena tidak ada standar pekerjaan atau tugas yang bagaimanakah yang bisa dikatakan sebagai profesi. Ada yang mengatakan bahwa profesi adalah “jabatan seseorang walau profesi tersebut tidak bersifat komersial”.  Secara tradisional ada 4 profesi yang sudah dikenal yaitu kedokteran, hukum, pendidikan, dan kependetaan. Pengertian yang sampai saat ini dipahami di Indonesia adalah profesi bukan semata-mata pekerjaan (okupasi), dan syarat profesional (orang yang melakukan profesi) adalah:
a)      Melalui pendidikan formal setara kesarjanaan (pendidikan di Universitas)
b)      Mempunyai nilai-nilai (values) yang dipertaruhkan
c)       Memiliki dan mengamalkan kode etik profesi
d)      Mempunyai tujuan atau sasaran tertentu yakni demi kebaikan klien
Pengertian Profesionalisme, Profesional dan Profesi Profesionalisme adalah suatu paham yang menginginkan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima panggilan tersebut – dengan semangat pengabdian dan selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan (Wignjosoebroto, 1999). Dengan demikian seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan khusus. Disamping itu, ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) dalam melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan untuk membedakan dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan mencari nafkah atau kekayaan materiil-duniawi.
Nana Sudjana (1997) menjelaskan sepuluh ciri suatu profesi:
  • ·         Memiliki fungsi dan signifikasi sosial
  • ·         Memiliki keahlian atau keterampilan tertentu
  • ·         Keahlian atau keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah
  • ·         Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas
  • ·         Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama
  • ·         Aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional
  • ·         Memiliki kode etik
  • ·         Kebebasan untuk memberikan judgement dalam memecahkan masalah dalam lingkup kerjanya
  • ·         Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi
  • ·         Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya.

Wignjosoebroto (1999) menjabarkan profesionalisme dalam tiga watak kerja yang merupakan persyaratan dari setiap kegiatan profesional:
  • ·    bahwa kerja seorang profesional itu beritikad merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil;
  • ·    bahwa kerja seorang profesional itu harus dilandasi kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat;
  • ·  bahwa kerja seorang profesional – diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral – harus menundukkan diri pada kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama dalam sebuah organisasi profesi.

Ketiga watak kerja tersebut mencoba menempatkan kaum profesional (kelompok sosial berkeahlian) untuk tetap mempertahankan idealisme. Kalau didalam pengamalan profesi yang diberikan ternyata ada semacam imbalan (honorarium) yang diterimakan, maka hal itu semata hanya sekedar “tanda kehormatan” (honour) demi tegaknya kehormatan profesi. Siapakah kelompok sosial berkeahlian yang diklasifikasikan sebagai kaum profesional, memiliki kesadaran kehormatan profesi dan statusnya yang sangat elitis itu? Pada awal pertumbuhan “paham” profesionalisme, para dokter dan guru khususnya mereka yang banyak bergelut dalam ruang lingkup kegiatan yang lazim dikerjakan oleh kaum dakwah agama dengan jelas serta tanpa ragu memproklamirkan diri masuk kedalam golongan kaum profesional. Kaum profesional (dokter, guru dan kemudian diikuti dengan banyak profesi lainnya) terus berupaya menjejakkan nilai-nilai kebajikan yang mereka junjung tinggi dan direalisasikan melalui keahlian serta kepakaran yang dikembangkan dengan berdasarkan wawasan keunggulan. Selain itu, kaum profesional secara sadar menghimpun dirinya dalam sebuah organisasi profesi (cenderung dirancang secara eksklusif) yang memiliki visi dan misi untuk menjaga tegaknya kehormatan profesi, mengontrol praktek-praktek pengamalan dan pengembangan kualitas keahlian atau kepakaran, serta menjaga dipatuhinya kode etik profesi yang telah disepakati bersama. Tujuan dicptakannya kode etik ialah agar para profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau customernya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan naluriah yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan itu terbentuk dari masing-masing orang bukan karena paksaan. Bila seorang profesional melanggar kode etiknya maka profesinya akan rusak dan yang rugi adalah dia sendiri. Kode etik disusun oleh masing-masing organisasi profesi sehingga tiap profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya kode etik dokter, guru, pustakawan, pengacara, dan lainnya. Pelanggaran kde etik tidak diadili pengadilan karena melanggar kode etik bukan selalu berarti melanggar hukum. Sebagai contoh untuk Ikatan Dokter Indonesia terdapat Kode Etik Kedokteran. Bila seorang dokter dianggap melanggar kode etik tersebut, maka dia akan diperiksa oleh Majelis Kode Etik Kedokteran Indonesia, bukannya oleh pengadilan.

B.       Profesionalisme
Biasanya dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dipunyai oleh setiap profesional yang baik. Ciri-ciri profesionalisme:
  • ·   Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidangnya
  • ·     Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan dalam bidangnya
  • ·  unya sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya
  • ·    Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya

 C.       Ciri Khas Profesi
Menurut International Encyclopedia of Education, ada 10 ciri khas suatu profesi, yaitu:
  • ·         Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus berkembang dan diperluas
  • ·         Suatu teknik intelektual
  • ·         Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis
  • ·         Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi
  • ·         Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan
  • ·         Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri
  • ·       Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang erat dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggotanya
  • ·         Pengakuan sebagai profesi
  • ·         Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi
  • ·         Hubungan yang erat dengan profesi lain

D.      Tujuan Kode Etika Profesi
Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi tidaklah sama. Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (Code of conduct)  profesi adalah:
  • Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
  • Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaan
  • Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu
  • Standar-standar etika mencerminkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya
  • Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya

E.        Sifat Kode Etik Profesional
         Kode etik adalah pernyataan cita-cita dan peraturan pelaksanaan pekerjaan (yang membedakannya dari murni pribadi) dan merupakan pedoman yang dilaksanakan anggota kelompok organisasi profesi. Kode etik dapat dikatakan sebagai ciri utama keberadaan sebuah profesi. Sifat dan orientasi kode etik hendaknya singkat; sederhana, jelas dan konsisten; masuk akal, dapat diterima, praktis dan dapat dilaksanakan; komprehensif dan lengkap; dan positif dalam formulasinya. Orientasi kode etik hendaknya ditujukan kepada rekan, profesi, badan, klien atau pemakai, negara dan masyarakat. Kode etik diciptakan untuk manfaat masyarakat dan bersifat di atas ketamakan penghasilan, kekuasaan dan status. Etika yang berhubungan dengan klien hendaknya jelas menyatakan kesetiaan pada badan yang mempekerjakan profesional.

F.        Prinsip-Prinsip Etika Profesi
1. Tanggung jawab
·         Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
·         Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat.
2. Keadilan. Prinsip ini menuntut untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.

3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya.

B.     Isu-Isu Pokok Etika Komputer

1. Kejahatan Komputer
    Kejahatan komputer dapat diartikan sebagai ” kejahatan yang di timbulkan karena penggunaan komputer secara ilegal” (Andi Hamzah, 1989). Seiring dengan perkembangan pesat teknologi komputer, kejahatan bidang ini pun terus meningkat. Berbagai jenis kejahatan komputer yang terjadi mulai dari kategori ringan seperti penyebaran virus, spam email, penyadapan trasmisi sampai pada kejahatan-kejahatan kategori berat seperti misalnya carding (pencurian melalui internet), DoS (Denial of Service) atau melakukan serangan yang bertujuan untuk melumpuhkan target sehingga ia tak dapat memberikan layanan lagi, dan sebagainya.

2.      Cyber Ethics
     Salah satu perkembangan pesat di bidang komputer adalah internet. Internet, akronim dari interconnection networking, merupakan suatu jaringan yang menghubungkan komputer di seluruh dunia tanpa dibatasi oleh jumlah unit menjadi satu jaringan yang bisa saling mengakses. Dengan internet tersebut, stu komputer dapat berkomunikasi secara langsung dengan komputer lain diberbagai belahan dunia. Perkembangan internet memunculkan peluang baru untuk membangun dan memperbaiki pendidikan, bisnis, layanan pemerintahan, dan demokrasi.namun, permasalahan baru muncul setelah terjadi interaksi universal di antara pemakainya. Permasalahan-permasalahan tersebut diatas, menuntut adanya aturan dan prinsip dalam melakukan komunikasi via internet. Salah satu yang dikembangkan adalah Netiket atau Nettiqutte, yang merupakan salah satu acuan dalam berkomunikasi menggunakan internet.

3. E-commmerce
    Secara umum E-commerce adalah sistem perdagangan yang menggunakan mekanisme elektronik yang ada di jaringan internet. E-commerce merupakan warna baru dalam dunia perdagangan, di mana kegiatan perdagangan tersebut dilakukan secara elektronik dan online. Dalam pelaksanaan E-commerce menimbulkan beberapa isu menyangkut berbagai aspek hukum perdagangan dalam penggunaan sistem yang terbentuk secara online networking management tesebut. Beberapa masalah tersebut antara lain menyangkut prinsip-prinsip yurisdiksi dalam transaksi, permasalahan kontrak dalam transaksi elektronik, masalaha prlindungan konsumen, masalah pajak, kasus-kasus pemalsuan tanda tangan digital, dan sebagainya. Dengan berbagai permasalahan yang muncul menyangkut perdagangan via internet tesebut, diperlukan acuan model hukum yang dapat digunakan sebagai standar transaksi. Salah satu acuan international yang banyak digunakan adalah Uncitral model law on electronic commerce 1996.

4. Pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual
    Sebagai teknologi yang bekerja secara digital, komputer memiliki sifat keluwesan yang tinggi. Hal itu bahwa jika informasi berbentuk digital maka secara mudah seseorang dapat menyalinnya sebagai untuk berbagi dengan orang lain. Sifat itu di satu sisi menimbulkan banyak keuntungan, tetapi di satu sisi juga menimbulkan permasalahan, terutama atas hak kekayaan intelektual. Beberapa kasus pelanggaran hak atas kekayaan intelektual tersebut antara lain adalah pembajakan perangkat lunak, softlifting (pemakaian lisensi melebihi kapasitas penggunaan yang seharusnya), penjualan CD-ROM ilegal atau juga penyewaan perangkat lunak ilegal.

6. Tanggung Jawab Profesi
     Seiring perkembangan teknologi, para profesional di bidang komputer sudah melakukan spesialisasi bidang pengetahuan dan sering kali mempunyai posisi yang tinggi dan terhormat dikalangan masyarakat. Oleh karena alasan tersebut, mereka memiliki tanggung jawab yang tinggi, mencakup banyak hal dari konsekuensi prifesi yang dijalaninya. Para profesional menemukan diri mereka dalam hubungannya dengan profesionalnya dengan orang lain mencakup pekekerjaan dengan pekerjaan, klien dengan profesional, profesional dengan profesional lain, serta masyarakat dengan profesional.
Di Indonesia, organisasi profesi di bidang komputer yang didirikan sejak tahun 1974 yang benama Ikatan Profesi Komputer dan Informatika Indonesia (IPKIN), sudah menetapkan kode etik yang disesuaikan dengan kondisi perkembangan pemakaian teknologi komputer di Indonesia. Kode etik profesi tersebut menyangkut kewajiban pelaku profesi tehadap ilmu pengetahuan dan teknologi, kewajiban pelaku profesi terhadap masyarakat, kewajiban pelaku profesi terhadap sesama pengemban profesi ilmiah, serta kawajiban pelaku profesi terhadap sesama umat manusia dan lingkungan hidup. Munculnya kode etik tersebut tentunya memberikan gambaran adanya tanggung jawab yang tinggi bagi para pengemban profesi bidang komputer untuk menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai seorang profesional dengan baik sesuai garis-garis profesionalisme yang ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA
  • Bynum, TW. Computer Ethics: Basic Concepts and Historical Overview. (Stanford: The Stanford Encyclopedia of Philosophy, 2001).
  • Bynum, Terrell Ward, Walter Maner and John L. Fodor, eds., Teaching Computer Ethics (Research Center on Computing & Society, 1992).
  • Hamzah, Andi. Aspek-Aspek Pidana di Bidang Komputer, (Jakarta: Sinar Grafika, 1989).
  • Hermawan, Julius. Analisa Desain & Pemrograman Berorientasi Obyek dengan UML dan Visual Basic.NET. (Jakarta: Andi Publisher, 2005).
  • Johnson, Deborah G. Computer Ethics, (Prentice-Hall, 1985).
  • Moor, James H. What is Computer Ethics, Metaphilosophy 16 (4): 266-275, 1985.
  • Rogerson, S. and Bynum, T.W. (1997), Information Ethics: The Second Generation,
  • http://www.cms.dmu.ac.uk/CCSR/ccsr/pubs/papers/ukaisabs.html;
  • Sudjana, Nana. Media Pengajaran. (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1997).
  • Wignjosoebroto, Sritomo. Etika Profesional: Pengalaman dan Permasalahan. (Surabaya: Makalah Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 1999).